Perlawanan terhadap korupsi di Indonesia bisa datang dari mana saja. Salah satunya dari musisi jalanan. Melalui lagu-lagu yang mereka nyanyikan, kesadaran akan pentingnya memberantas korupsi terus didengungkan.
Di Padang, Sumatera Barat, lagu-lagu tentang pembarantasan korupsi ala anak jalanan itu terdendang. Melalui acara yang digelar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang dan Indonesia Corruption Watch (ICW), potensi musisi jalanan yang selama ini jauh dari jangkauan publik karena terpendam bahkan sering dipinggirkan, muncul.
Kritikan melalui lagu yang sederhana, lucu bahkan lugas pun mengalir dalam acara yang digelar untuk memperingati Hari Korupsi se-Dunia pada 9 November lalu itu. Enam kelompok band, Attack to the front (serangan di garis depan), Arrogant (arogan), Ghostbuster (pembasmi hantu), Honotjoroko (aksarajawa), Sub Decide, dan Long Vacation (liburan panjang) bergantian menggoyang pelataran Radio Republik Indonesia (RRI) Padang dengan lagu-lagunya.
“Perlawanan dan musik adalah ‘senjata’ kami,” kata Dani Aldam, dedengkot band Arrogant. Dani mengaku sangat bangga dipercaya tampil dalam acara anti korupsi. Bagi Dani, apa yang digelar LBH Padang dan ICW ini bisa menyatukan kekuatan segala lapisan untuk melawan korupsi. Selama ini, kegeraman pada korupsi juga dirasakan penyanyi jalanan.
Arrogant membawakan lagu berisi kritikan pada pemerintah dalam ‘Benci Mati’ dan ‘Kaum Sampah’. Dani menjelaskan, dua lagunya itu diambil dari album indie terbaru mereka yang semuanya bertemakan permasalahan sosial seperti kemiskinan, ketidakadilan, kesenjangan, pembohongan publik, hingga kritikan pada anggota DPR. “Kami menyampaikan pesan, bahwa kita telah dikhianati oleh bangsa sendiri,” katanya.
Arief Paderi, ketua penyelenggara acara itu menilai, potensi musisi jalanan untuk membangkitkan kesadaran anti korupsi terpilih karena selama ini, lagu-lagu yang dinyanyikan banyak bertemakan kritik sosial. Melalui acara serupa, LBH Padang mengharapkan akan semakin banyak musisi jalanan yang menyanyikan lagu anti korupsi. Tanpa sadar, ‘sosialisasi’ anti korupsi pun semakin meluas. Ujungnya, kesadaran masyarakat pun muncul.
Korupsi meningkat
Di tempat yang sama, peneliti Divisi Hukum ICW Donal Fariz mengatakan, indeks korupsi di Indonesia tahun 2011 meningkat 0,2 persen dibanding tahun 2011. “Indeks tersebut menunjukan prilaku korupsi terus melaju secara signifikan,” ujarnya. Agar tidak terus beranjak naik, perlu upaya untuk menekan korupsi, dan memunculkan kesadaran di masyarakat.
ICW memilih cara road show kampanye anti korupsi ke berbagai daerah. "Tahun ini kita melakukan road show kampanye anti korupsi di tujuh provinsi di Indonesia," jelasnya. Musikal kampanye anti korupsi bekerjasama LBH Padang kali ini adalah salah satunya. "Hasilnya memang tidak langsung terlihat karena akan berproses," tandas Donal.
Di Sumatera Barat sendiri, kasus korupsi juga menunjukkan peningkatan. Sepanjang tahun 2011, intensitas kasus korupsi di Sumatra Barat meningkat hampir dua kali lipat dibanding tahun 2010. LBH Padang mencatat, angka korupsi sepanjang 2011 mencapai 157 kasus, sedangkan tahun 2010 hanya 84 kasus.
Di sisi lain, sepanjang 2011 hanya 64 kasus yang sudah divonis pengadilan. LBH menemukan 12 kasus yang baru ditangani secara khusus. Koordinator Divisi Pembaharuan Hukum dan Peradilan (PHP) LBH Padang Roni Saputra mengatakan, data tersebut dikumpulkan dari media, laporan masyarakat, analisa hasil audit BPK-P dan laporan penanganan kasus korupsi oleh kejaksaan.
LBH Padang mencatat, praktek korupsi di Sumbar diidentifikasi terjadi hingga ke level nagari (desa) dengan modus korupsi bantuan dana sosial yang mengalir pasca bencana alam gempa bumi. Sayangnya, praktek penanganan kasus korupsi di Sumbar tidak bisa diandalkan dan dinilai masih tebang pilih.
Salah satu buktinya LBH Padang mencatat ada beberapa kepala daerah yang disinyalir terlibat korupsi dan masih aktif sebagai pejabat, namun baru dipanggil kejaksaan untuk diperiksa ketika sudah tidak lagi menjabat. Seperti Djufri (Mantan Walikota Bukittinggi), Edison Salaleubaja (Mantan Bupati Mentawai), Gusmal (Mantan Bupati Solok), Marlon Martua (Mantan Bupati Dharmasraya), dan Syafrizal J (Mantan Bupati Solok Selatan).
Dari kelima orang kepala daerah itu, jelas Roni, baru Djufri dan Gusmal yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Padang.
Chende Sanderas | Padang