Bencana karena cuaca di mana-mana

Jam sudah menunjukkan pukul 7.30 pagi, namun suasana belajar mengajar tak nampak di SD Muhammadiyah, Kretek, Bantul, Yogyakarta. Pagi itu, seharusnya hari pertama masuk sekolah setelah masa liburan. Keceriaan berbuah kekecewaan. Siswa dan guru sibuk menguras air yang menggenangi halaman sekolah.

“Kerja bakti, mas. Kebanjiran,” ujar salah satu siswa sambil berjalan berjingkat-jingkat. Kondisi itu yang membuat pihak sekolah mengambil kebijakan untuk memulangkan siswanya lebih awal.


Hujan yang terus mengguyur Yogyakarta awal tahun ini mengakibatkan beberapa wilayah di Bantul terkena banjir luapan sungai Winongo. “Semalam air sudah masuk ke ruang kelas, sampai paginya belum surut juga,” ujar Ayip, penjaga sekolah.

Siaga banjir

Ancaman banjir di Yogya bakal berlangsung lama. BMKG meramalkan bahwa dalam beberapa hari ke depan, hujan lebat dengan curah yang tinggi masih akan terjadi. Intensitas curah hujan yang mengguyur beberapa hari ini, tercatat mencapai 118 mm per 24 jam.

Mengantisipasi ancaman ini, pemerintah Provinsi DIY akan segera mengeluarkan SK (Surat Keputusan) pemberlakuan siaga darurat. Dengan SK ini maka akan tersedia dana sebesar Rp. 8 milyar yang bisa digunakan sewaktu-waktu jika terjadi bencana banjir. Sultan Hamengku Buwono X mengabarkan hal itu kepada media.

Ancaman banjir di Yogya dalam beberapa tahun terakhir hanya berpusat pada ancaman banjir lahar dingin akibat bencana meletusnya gunung Merapi. Biasanya terjadi di Sungai Code yang berhulu di lereng Merapi.

Namun saat ini, ancaman banjir juga datang dari sungai-sungai lainnya, salah satunya ialah sungai Winongo yang melintas di tengah kota Yogyakarta. “Biasanya yang kebanjiran permukiman di bantaran Code, sekarang di bantaran sungai Winongo,” kata Sultan mengingatkan.

Ombak

Bencana lain juga mengancam tepian pantai. Apa yng dirasakan masyarakat di empat kecamatan di Tuban, Jawa Timur, Palang, Jenu, Tambakboyo dan Bancar bisa menjadi contoh. Pariyatun, warga Desa Pabeyan harus was-was, semenjak datangnya cuaca buruk.

Gemuruh ombak besar setinggi 3 – 4 meter yang disertai angin kencang menebar kengerian. Apalagi, salah satu rumah desa setempat yang dekat dengan laut, roboh.

Warga yang kebanyakan nelayan itu berharap badai segera berlalu, hingga mereka bisa kembali melaut. “Baru kemarin saya jual kambing mas-mas untuk makan, karena sudah seminggu gak melaut blas (tidak melaut sama sekali-red),” ungkap Sukirman, warga yang lain.

Warga desa di tepi pantai mengantisipasi buruknya cuaca dengan membuat tanggul dari batang bambu, yang ditancapkan di tepi pantai. Bambu itu ditopang batuan besar dan pasir yang dikemas dalam sak karung. Bambu itulah yang menghalangi ombak agar tidak mudah masuk ke areal pemukiman.

Bambu-bambu itu menggantikan peran penangkal ombak atau pantai boom yang menjulur ke arah laut. Namun, besarnya biaya pembuatan penangkal ombak, membuat hal itu masih ada di dalam angan.

BMKG Jawa Timur memperkirakan, cuaca buruk akan berlangsung sampai awal-awal minggu bulan Februari. Gelombang tinggi di selatan Jawa merupakan pengaruh dari siklon tropis Iggy yang berada di posisi 19,0 Lintang Selatan- 113,5 Bujur Timur, atau berada di selatan Jawa dan sebelah barat Australia. Efeknya, ombaknya mencapai 3-4 meter. Nelayan dan warga yang tinggal di pantai diharap selalu waspada.

Bencana karena cuaca memang bukan banya milik Ibu Kota Jakarta. Banjir yang terjadi di Yogya, Surakarta, Banyumas pun menjadi petaka. Setidaknya 1470 keluarga mengungsi dan ratusan hektar lahan pertanian di sepanjang aliran sungai Serayu, terencam. Belum lagi, kengerian penduduk di sepanjang pantai.

Bencana karena cuaca, ada di mana-mana.

Triyanto P. Nugroho | Yogyakarta | M.Kartono | Tuban