Semangat ‘intel melayu’ dan UU Intelijen

Junecaldwell
Undang Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen yang disahkan dalam rapat paripurna DPR-RI Oktober 2011, mengandung sejumlah ancaman. Terutama, ancaman pada prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan sipil warga negara. Upaya perlawanan pun dilakukan.

Ketika kritikan kepada UU Intelijen mulai mengalir, beberapa anggota DPR mengaku heran. Pasal-pasal yang nyata-nyata bertentangan dengan Konstitusi, lolos dalam UU itu. Padahal sebelumnya tidak pernah ada. Hal itu menunjukkan adanya kongkalikong saat drafting akhir UU tersebut. Siapa yang terlibat? Tentu tidak gampang melacaknya.


Di UU Intelijen 'pasal karet' bertebaran. Pasal yang bisa ditarik kesana-kemari sesuai tafsir penguasa. Contohnya pasal 25 ayat 1 dan 2 yang mendefinisikan rahasia intelijen secara luas dan serampangan. Disebutkan, rahasia intelijen yang merupakan bagian dari rahasia Negara, dan dapat dikategorikan membahayakan keamanan Negara adalah bila mengungkapkan kekayaan alam Indonesia.

Juga yang merugikan ketahanan ekonomi, merugikan politik luar negeri, mengungkapkan surat yang perlu dirahasiakan, dan membahayakan sistem intelijen negara. Wow, dengan tafsir seluas itu, apa saja bisa disebut rahasia intelijen atau rahasia negara.

Pers

Salah satu pihak yang paling terancam UU Intelijen ialah jurnalis atau pekerja media. Dengan tafsir rahasia intelijen yang luas dan karet, hampir semua materi pemberitaan pers bisa dikategorikan mengandung rahasia intelijen.

Jika UU ini efektif dilaksanakan, bukan tidak mungkin seorang jurnalis tiba-tiba ditangkap karena dituduh menyebarkan rahasia intelijen, sesuatu yang aslinya merupakan informasi publik. Selain jurnalis, nara sumber berita pun ikut terancam. Nara sumber bisa masuk penjara gara-gara memberikan informasi soal materi yang kemudian dianggap rahasia intelijen.

Ancaman pidana tercantum dalam pasal 44 UU Intelijen. Pasal ini menjatuhkan hukuman penjara 10 tahun atau denda lima ratus juta kepada setiap orang yang mencuri, membuka, dan/atau membocorkan rahasia intelijen.

Juga pasal 45 yang menghukum 7 tahun penjara dan denda tiga ratus juta bagi mereka yang lalai menyebabkan bocornya rahasia intelijen. Disinilah soalnya. Pasal pidana ini berlaku kepada siapa pun karena frasa hukumnya berbunyi "setiap orang".

Luasnya kategori rahasia intelijen memang gawat karena isinya melebihi definisi "informasi yang dikecualikan" dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dalam UU KIP, rahasia intelijen hanyalah salah satu dari dari sejumlah informasi publik yang dikecualikan.

Anehnya dalam UU Intelijen, banyak informasi publik justru diubah menjadi rahasia intelijen atau rahasia negara. Pasal 25, 44, 45 UU Intelijen jelas berbahaya bagi jurnalis dan warga negara, karena semangatnya yang mengkriminalkan penyebaran informasi publik.

Ini artinya UU Intelijen secara esensial bertabrakan dengan UU KIP. Jika UU KIP mensyaratkan keterbukaan informasi bagi semua lembaga publik/negara, UU intelijen justru menutup akses informasi dan mencancam pidana pembocor "informasi intelijen".

Lindungi Koruptor

Celakanya, rumusan pasal karet "rahasia intelijen" dipadukan dengan kewenangan berbagai badan publik termasuk kementerian/lembaga pemerintah non kementerian. Jika semua lembaga pemerintah dapat menyelenggarakan kegiatan intelijen seperti tercantum dalam pasal 9 UU Intelijen, maka habislah upaya masyarakat sipil memperjuangkan keterbukaan dan kebebasan pers.

Dalam iklim kebebasan pers dan berlakunya Undang Undang KIP saja banyak pejabat publik yang tidak peduli dengan kewajiban memberikan akses informasi kepada masyarakat. Dengan adanya Undang Undang Intelijen, pejabat publik korup bisa berlindung di balik UU Intelijen. Artinya pers dan publik akan semakin sulit mengawasi, mengkritik, atau mengoreksi berbagai kebijakan publik.

Selain mengancam hak publik atas informasi dan kebebasan pers, UU Intelijen berpotensi disalahgunaan dan menjadi tameng pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Pada masa kekuasaan tirani Orde Baru, fungsi intelijen berubah menjadi mesin peneror rakyat yang efektif, bahkan pembenar berbagai praktek kejahatan HAM, seperti penculikan dan pembunuhan.

Pengaturan intelijen seharusnya memberi penegasan bahwa penyelenggara intelijen memiliki fungsi yang khusus dan spesifik (lex stricta dan lex scripta) dan menutup kemungkinan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat intelijen dan negara.

JR MK

Hari-hari ini, sekelompok masyarakat sipil membawa UU Intelijen ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggugat (judicial review) sejumlah pasalnya. Para pemohon yang terdiri dari lembaga dan individu memohon Mahkamah Konstitusi menggugurkan sejumlah pasal UU Intelijen, diantaranya Pasal 1, Pasal 4, Pasal 6, Pasal 22, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 44, Pasal 45 yang ditengarai bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya pasal 28D dan 28F.

Upaya masyarakat sipil ini dimaksudkan bukan untuk menentang keberadaan lembaga intelijen atau menolak keberadaan UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Tapi justru untuk memperkuat fungsi dan peran intelijen agar sesuai dengan semangat demokrasi dan penghormatan HAM.

Fungsi intelijen pada hakekatnya ialah menyediakan informasi (tertutup) yang mutakhir dan akurat sebagai dasar pengambilan keputusan dalam bidang keamanan untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban nasional secara tiba-tiba.

Untuk itu, UU Intelijen hendaknya lebih banyak mengatur fungsi dan peran intelijen secara khsusus dan spesifik, tidak harus mengatur hal-hal di luar ranah pekerjaan intelijen. Dalam era yang serba terbuka seperti sekarang, dimana informasi begitu mudah diakses siapapun, peran intelijen harus lebih membumi.

Kerja intelijen tak boleh membatasi kebebasan pers, menghambat hak publik atas informasi, atau menjadi mesin peneror rakyat. Aparat intelijen harus lebih cerdas dan canggih. Era "intel Melayu" sudah habis digantikan oleh Intel prosesor dan mesin-mesin berotak pintar yang bekerja lebih hebat dari manusia. Itulah yang harus menjadi acuan Undang Undang Intelijen kita.

Eko Maryadi
Penanggungjawab Lingkarberita.com