Semangat StoS Film Festival mendobrak batas

dokumentasi StoS Film Festival
South to South (StoS) Film Festival kembali digelar. Tak terasa, ini adalah even keempat yang digelar setiap dua tahun itu. Kali ini ada 30 film dokumenter dan fiksi yang akan diputar, plus Pameran tentang Masyarakat Mollo, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tengah berjuang mempertahankan kearifan lokalnya.

StoS Film Festival adalah festival film yang menitik beratkan pada upaya penyadaran publik atas isu-isu lingkungan hidup dari beragam prespektif. Sosial, politik, ekonomi dan budaya.


Pertama kali, festival ini digelar pada 2006. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Indonesia, dan Kelir Nusantara, adalah dua organisasi penggagas pertamanya. Melihat pentingnya festival ini, pada even berikutnya, Walhi, Sawit Watch, Kiara, CSF, ICW dan beberapa organisasi lain ikut memberikan dukungan.

Tahun 2012 ini, StoS memilih 5 pemenang dari 20 karya esai “Semangat Tanpa Batas” yang sudah diseleksi sebelumnya. Seluruh film esai itulah yang akan diputar dalam festival 22-26 Februari 2012 di Goethe Institute, Kine Forum IKJ dan Institut Français d'Indonésie (IFI). Ada juga film-film asal luar negeri yang akan memeriahkan festival itu. Tak heran, bila StoS Film Festival kali ini lebih panjang dari sebelumnya.

“Menyelamatkan lingkungan, berarti menyelamatkan bangsa. Semoga kehadiran StoS Film Festival memberi semangat tanpa batas bagi kita semua untuk bangun, bergandengan tangan, menjadi pelaku utama penyelamatan lingkungan”, tulis Voni Novita, anggota Dewan Program StoS Film Festival dalam press releasenya.

StoS Film Festival 2012 dengan mengusung tema “Semangat Tanpa Batas”, dilatari semangat dalam menghadapi permasalahan sosial, politik dan lingkungan yang bermuara dari persoalan lingkungan. Konflik agraria yang meminggirkan petani dan nelayan, pengrusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan, juga terus terjadi.

Perkebunan skala besar, reklamasi pantai, konversi hutan mangrove, hingga pencemaran laut oleh perusahaan perikanan, menjadi pemandangan yang biasa. Penindakan hukum tidak tegas akan hal itu. StoS Film Festival mengusung semuanya dalam kemasan solidaritas menyelamatkan kehidupan. Film-film yang diputar pun menjadi penjelas persoalan riil yang dihadapi masyarakat.

Mollo

Hal menarik lain adalah pameran perjuangan masyarakat Mollo. Suku yang ada di NTT ini berhasil memperjuangkan kearifan lokalnya. Mereka mempertahankan lingkungan, pangan lokal dan tenunnya, dari kegiatan yang merusak lingkungan.

Semangat masyarakat Molo yang menggali kembali kearifan lokal mengelola lahan dan pangan lokal, meninggalkan tambang marmer yang dalam aktivitasnya melukai alam di wilayah masyarakat Mollo tinggal. Semangat yang sama juga dilakukan nelayan Langkat, Sumatera Utara yang mengusir perkebunan sawit skala besar, dan memilih menyelamatkan hutan mangrove.

“Berjuta semangat yang bermunculan inilah yang ingin ditularkan StoS Film Festival kali ini. Kami ini berbagi semangat dan menyerukan semua pihak untuk bertindak bersama-sama untuk menyelamatkan lingkungan”, ungkap Ferdinan Ismail, Direktur StoS Film Festival 2012.

Herawatmo | Jakarta